Assalamu'alaikum wr.wb.
Sahabatku, berjumpa kembali pada artikel berikut yang berjudul,
"Meneladani Perjuangan Hebat dan Menginspirasi Rasulullah saw. di
Mekah." Artikel ini menggambarkan rangkaian perjuangan yang dialami
Rasulullah saat berada di Mekah. Betapa mengharukan dan dapat menginspirasi
kita, perjuangan beliau dalam menegakkan agama Allah swt. Kisah yang sudah
sepatutnya dibaca oleh muslimin dan muslimah yang beriman.
Substansi Dakwah Rasulullah saw. di Mekah
a. Kerasulan Nabi Muhammad saw. dan Wahyu
Pertama
Menurut beberapa riwayat yang śahih, Nabi
Muhammad saw. pertama
kali diangkat menjadi
rasul pada malam hari tanggal 17 Rama«an saat
usianya 40 tahun.
Malaikat Jibril datang untuk membacakan wahyu
pertama yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad saw., yaitu Q.S.
al-‘Alāq. Nabi Muhammad
saw. diperintahkan membacanya, namun
Rasulullah saw. berkata
bahwa ia tak bisa membaca. Malaikat Jibril
mengulangi
permintaannya, tetapi jawabannya tetap sama. Kemudian,
Jibril menyampaikan
firman Allah Swt. yaitu Q.S. al-‘Alāq/96:1-5 sebagai
berikut:
Artinya: “Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan
manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu
yang Maha Pemurah, yang
mengajar manusia dengan perantaraan
(menulis, membaca). Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Q.S.
al-‘Alaq/96:1-5)
Itulah wahyu pertama yang diterima oleh
Nabi Muhammad saw.
sebagai awal diangkatnya
sebagai rasul. Kemudian, Nabi Muhammad saw.
menerima ayat-ayat
al-Qur’ān secara berangsur-angsur dalam jangka waktu
23 tahun. Ayat-ayat
tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang
sedang terjadi sehingga
hampir setiap ayat al-Qur’ān turun disertai oleh
Asbābun Nuzμl
(sebab/kejadian yang mendasari turunnya ayat). Ayat-ayat
yang turun sejauh itu
dikumpulkan sebagai kompilasi bernama al-Mus¥af
yang juga dinamakan
al-Qur’ān.
b. Ajaran-Ajaran Pokok
Rasulullah saw. di Mekah
Aqidah
Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt.
untuk membawa ajaran tauhid.
Masyarakat Arab yang
saat ia dilahirkan bahkan jauh sebelum ia lahir,
hidup dalam praktik
kemusyrikan. Ia sampaikan kepada kaum Quraisy
bahwa Allah Swt. Maha
Pencipta. Segala sesuatu di alam ini, langit, bumi,
matahari,
bintang-bintang, laut, gunung, manusia, hewan, tumbuhan,
batu-batuan, air, api,
dan lain sebagainya itu merupakan ciptaan Allah
Swt. Karena itu, Allah
Swt. Mahakuasa atas segala sesuatu, sedangkan
manusia lemah tak
berdaya. Ia Mahaagung (Mulia) sedangkan manusia
rendah dan hina. Selain
Maha Pencipta dan Mahakuasa, Ia pelihara
seluruh makhluk-Nya dan
Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk
manusia. Selanjutnya,
Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan bahwa
Allah Swt. itu Maha
Mengetahui. Allah Swt. mengajarkan manusia
berbagai macam ilmu
pengetahuan yang tidak diketahuinya dan cara
memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.
Ajaran keimanan ini,
yang merupakan ajaran utama yang
diembankan kepada ia
bersumber kepada wahyu-wahyu Ilahi. Banyak
sekali ayat al-Qur’ān
yang memerintahkan beliau agar menyampaikan
keimanan sebagai pokok
ajaran Islam yang sempurna. Allah Swt.
berfirman yang artinya:
“Katakanlah
(Muhammad), “Dialah Allah Swt.,
Yang Maha Esa. Allah
Swt. tempat meminta segala sesuatu. (Allah Swt.)
tidak beranak dan tidak
pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang
setara dengan Dia.”
(Q.S. al-Ikhlaś/112:1-4)
Ajaran tau¥id ini
berbekas sangat dalam di hati Nabi dan para
pengikutnya sehingga
menimbulkan keyakinan yang kuat, mapan, dan
tak tergoyahkan. Dengan
keyakinan ini, para sahabat sangat percaya
bahwa Allah Swt. tidak
akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan
penderitaan. Dengan
keyakinan ini pula, mereka percaya bahwa Allah
Swt. akan memberikan
kebahagiaan hidup kepada mereka. Dengan
keyakinan ini pula, para
sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan
kesenangan duniawi.
Dengan keyakinan ini pula, para sahabat mampu
bersabar dan bertahan
serta tetap berpegang teguh pada agama
ketika mereka
mendapatkan tantangan dan siksaan yang amat keji dari
pemuka-pemuka Quraisy.
Dengan keyakinan seperti ini pulalah, Nabi
Muhammad saw. dapat
mengatakan dengan mantap kepada Abu talib,
“Paman, demi Allah,
kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan rembulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas
ini, sungguh tidak akan
aku tinggalkan. Biarlah nanti Allah Swt. yang
akan membuktikan apakah
saya memperoleh kemenangan (berhasil)
atau binasa karenanya”.
Ini pula yang menjadi
rahasia mengapa Bilal bin Rabbah dapat
bertahan atas siksaan
yang ia terima dengan tetap mengucapkan “Allah
Maha Esa” secara
berulang-ulang.
Akhlak Mulia
Dalam hal akhlak, Nabi Muhammad saw.
tampil sebagai teladan
yang baik (ideal). Sejak
sebelum menjadi nabi, ia telah tampil sebagai
sosok yang jujur
sehingga diberi gelar oleh masyarakatnya sebagai
al-Amin (yang dapat
dipercaya). Selain itu, Nabi Muhammad saw.
merupakan sosok yang
suka menolong dan meringankan beban orang
lain. Ia juga membangun
dan memelihara hubungan kekeluargaan serta
persahabatan. Nabi Muhammad
saw. tampil sebagai sosok yang sopan,
lembut, menghormati
setiap orang, dan memuliakan tamu. Selain itu,
Nabi Muhammad saw. juga
tampil sebagai sosok yang berani dalam
membela kebenaran, teguh
pendirian, dan tekun dalam beribadah.
Nabi Muhammad saw. mengajak
agar sikap dan perilaku yang tidak
terpuji yang dilakukan
masyarakat Arab seperti berjudi, meminum
minuman keras (khamr),
berzina, membunuh, dan kebiasaan buruk
lainnya ditinggalkan.
Selain karena pribadi ia dengan akhlaknya yang
luhur, ajaran untuk
memperbaiki akhlak juga bersumber dari Allah
Swt. Firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,
karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwallah kepada
Allah Swt. agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-
¦ujurāt/49:10)
Keterangan di atas
memberikan penjelasan kepada kita, bagaimana
Rasulullah saw.
memadukan teori dengan praktik. Ia mengajarkan akhlak
mulia kepada
masyarakatnya, sekaligus juga membuktikannya dengan
perilakunya yang sangat
luhur. Akhlak Rasulullah saw. adalah apa yang
dimuat di dalam
al-Qur’ān itu sendiri. Ia tidak hanya mengajarkan,
tetapi juga mencontohkan
dengan akhlak terpuji. Hal ini diakui oleh
seorang penulis Barat,
Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul
“100 Tokoh Paling
Berpengaruh di Dunia” dengan menempatkan
Rasulullah saw. sebagai
manusia tersukses mengubah perilaku manusia
yang biadab menjadi
manusia yang beradab.
Strategi Dakwah
Rasululah saw. di Mekah
Dalam mendakwahkan ajaran-ajaran Islam
yang sangat fundamental dan
universal, Rasulullah
saw. tidak serta-merta melakukannya dengan tergesa-gesa.
Ia mengerti benar
bagaimana kondisi masyarakat Arab saat itu yang bergelimang
dengan kemaksiatan dan
praktik-praktik kemunkaran. Mengubah pola pikir dan
kebiasaan-kebiasaan atau
adat-istiadat bangsa Arab khususnya kaum Quraisy
bukanlah perkara mudah.
Kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun
sejak ratusan tahun
silam, ditambah lagi dengan pengaruh agama Nasrani dan
Yahudi yang sudah
dikenal lama bahkan sudah banyak penganutnya.
Ada dua tahapan yang
dilakukan Rasulullah saw. dalam menjalankan misi
dakwah tersebut, yaitu
dakwah secara sembunyi-sembunyi yang hanya terbatas
di kalangan keluarga dan
sahabat terdekat dan dakwah secara terang-terangan
kepada khalayak ramai.
1. Dakwah secara Rahasia/Diam-diam
(al-Da’wah bi al-Sirr)
Agar tidak menimbulkan keresahan dan
kekacauan di kalangan
masyarakat Quraisy,
Rasulullah saw. memulai dakwahnya secara sembunyisembunyi
(al-Da’wah bi al-Sirr).
Hal tersebut dilakukan mengingat kerasnya
watak suku Quraisy dan
keteguhan mereka berpegang pada keyakinan
dan penyembahan berhala.
Pada tahap ini, Rasulullah saw. memfokuskan
dakwah Islam hanya
kepada orang-orang terdekat, yaitu keluarga dan para
sahabatnya. Rumah
Rasulullah saw (Dārul Arqam) dijadikan sebagai pusat
kegiatan dakwah. Di
tempat itulah, ia menyampaikan risalah-risalah tau¥i«
dan ajaran Islam lainnya
yang diwahyukan Allah Swt. kepadanya. Rasulullah
saw. secara langsung
menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang
ajaran Islam dan
mengajak pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek
moyang mereka, yaitu
dari menyembah berhala menuju penyembahan
kepada Allah Swt. Karena
sifat dan pribadinya yang sangat terpercaya dan
terjaga dari hal-hal
tercela, tanpa ragu para pengikutnya, baik dari kalangan
keluarga maupun para
sahabat menyatakan ketau¥i«an dan keislaman
mereka di hadapan
Rasulullah saw.
Orang-orang pertama (as-sābiqunal awwalμn)
yang mengakui kerasulan
Nabi Muhammad saw. dan
menyatakan keislamannya adalah: Siti Khadijah
(istri), Ali bin Abi
°halib (adik sepupu), Zaid bin ¦ari¡ah (pembantu yang
diangkat menjadi anak),
dan Abu Bakar Siddik (sahabat). Selanjutnya
secara perlahan tapi
pasti, pengikut Rasulullah saw. makin bertambah. Di
antara mereka adalah
U¡man bin Affan, Zubair bin Awwam, Said bin Abi
Waqas, Abdurrahman bin
‘Auf, °aha bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin
Jarrah, Fatimah bin
Khattab dan suaminya Said bin Zaid al-Adawi, Arqam
bin Abil Arqam, dan
beberapa orang lainnya yang berasal dari suku Qurasy.
Bagaimana ajaran Islam
bisa diterima dan dianut oleh mereka
yang sebelumnya terbiasa
dengan adat-istiadat masyarakat Arab yang
begitu mengakar kuat?
Bagaimana mereka meyakini agama baru yang
dibawa oleh Rasulullah
saw. sebagai agama paling benar dan sempurna
kemudian menjadi
pemeluknya? Bagaimana pula reaksi orang-orang yang
mengetahui bahwa mereka
telah meninggalkan agama nenek moyang,
yaitu menyembah berhala?
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya adalah
seperti berikut.
a. Pribadi Rasulullah
saw. yang begitu luhur dan agung. Tidak pernah ia
melakukan hal-hal yang
tercela dan hina. Ia adalah pribadi yang sangat
jujur dan amanah
(al-Amin), sabar, bijaksana, dan lemah-lembut dalam
menyampaikan ajakan
serta ajaran Islam.
b. Ajaran Islam yang rasional,
logis, dan universal, menghargai hak-hak
asasi manusia,
memberikan hak yang sama, keadilan, dan kepastian
hidup setelah mati.
c. Menyempurnakan
ajaran-ajaran sebelumnya, yaitu ajaran-ajaran yang
dibawa oleh para rasul
terdahulu berupa penyembahan terhadap Allah
Swt., berbuat baik
terhadap sesama, menjaga kerukunan, larangan
perbuatan tercela
seperti membunuh, berzina dan lain sebagainya.
d. Kesadaran akan
tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama yang begitu jauh
dari nilai-nilai
ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Berdakwah secara
diam-diam atau rahasia (al-Da’wah bi al-Sirr) ini
dilaksanakan Rasulullah
saw. selama lebih kurang tiga tahun. Setelah
memperoleh pengikut dan
dukungan dari keluarga dan para sahabat,
selanjutnya Rasulullah
saw. mengatur strategi dan rencana agar ajaran
Islam dapat diajarkan
dan disebarluaskan secara terbuka.
2. Dakwah secara Terang-terangan
(al-Da’wah bi al-Jahr)
Dakwah secara
terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr) dimulai ketika
Rasulullah saw. menyeru kepada
orang-orang Mekah. Ia berdiri di atas
sebuah bukit dan
berteriak dengan suara lantang memanggil mereka.
Beberapa keluarga
Quraisy menyambut seruannya. Kemudian, ia berpaling
kepada sekumpulan orang
sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah
kalian percaya jika saya
katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga
di sebelah bukit (Śafa)
ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?”
Mereka menjawab, “Kami
tak mendengar Anda berbohong sepanjang
hayat kami.” Ia lalu
berkata, “Wahai bangsa Qurasy! Selamatkanlah dirimu
dari neraka. Saya tak
dapat menolong Anda di hadapan Allah Swt. Saya
peringatkan Anda
sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan,
“Kedudukan saya seperti
penjaga, yang mengamati musuh dari jauh dan
segera berlari kepada
kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan
mereka tentang bahaya
yang akan datang.”
Seriring dengan itu,
turun pula wahyu Allah Swt. agar Rasulullah saw.
melakukannya secara
terang-terangan dan terbuka. Mengenai hal tersebut,
Allah Swt. berfirman,
yang artinya:
“Maka sampaikanlah
(Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang
yang musyrik.” (Q.S. al-¦ijr/15:94).
Baca pula firman Allah
dalam Q.S. asy-Syua’ara/26:214-216.
Berdasarkan ayat-ayat di
atas, Rasulullah saw. yakin bahwa sudah
saatnya ia dan para
pengikutnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam secara
terbuka dan
terang-terangan. Dengan dukungan istrinya Siti Khadijah,
paman yang setia
membelanya, yaitu Abu °alib, serta para sahabat dan
pengikutnya yang setia
ditambah pula dengan keyakinan bahwa Allah
Swt. senantiasa
menyertai, dimulailah dakwah suci ini. Pertama-tama
dakwah dilakukan kepada
sanak keluarga, kemudian kepada kaumnya, dan
penduduk Kota Mekah yang
saat itu penyembahan berhala begitu kuat.
Dari kalangan keluarga,
ia mengajak paman-pamannya termasuk
Abu Lahab dan Abu Jahal
yang terkenal sangat menentang dakwah
Rasul. Mereka menolak
mentah-mentah ajakan Rasulullah saw. seraya
mengatakan bahwa agama
merekalah yang paling benar. Penolakan yang
disertai ejekan,
cemoohan, hinaan bahkan ancaman tersebut tidak lantas
membuat Rasulullah saw.
berputus asa dan berhenti melakukan dakwah.
Justru beliau makin
tertantang untuk terus mengajak masyarakat memeluk
agama tauhid.
Melihat kenyataan
tersebut, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kalangan
bangsawan serta pemuka
Quraisy lainnya, meminta para penyairpenyair
Quraisy untuk
mengolok-olok dan mengejek Nabi Muhammad
saw. Selain itu, mereka
juga menuntut Muhammad untuk menampilkan
mukjizatnya seperti apa
yang telah ditampilkan oleh Musa as. dan Isa
as. Seperti menjadikan
bukit Śafa dan Marwah berubah menjadi bukit
emas, menghidupkan orang
yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang
mengelilingi Mekah,
memancarkan mata air yang lebih baik dari zam.
zam. Tidak sampai di
situ, bahkan mereka mengolok-olok Nabi dengan
menyatakan mengapa Allah
Swt. tidak menurunkan wahyu tentang harga
barang-barang dagangan
agar mereka dapat berspekulasi.
Semua cemoohan, ejekan,
dan ancaman yang ditujukan kepada
Rasulullah saw. dan para
pengikutnya makin melecut semangat Rasulullah
saw. dengan terus
bertambahnya jumlah pengikutnya. Pelan tapi pasti,
pengaruh Rasulullah saw.
dan ajaran Islam semakin diterima oleh
masyarakat Mekah yang
telah muak dengan praktik-praktik kotor jahiliah.
Kenyataan ini mendorong
para pemuka Quraisy datang kembali kepada
Abu °alib, paman yang
selalu membela Rasul. Mereka membawa seorang
pemuda yang gagah yang
bernama Umarah bin al-Walid bin al-Mugirah
untuk ditukarkan dengan
Nabi Muhammad saw. yang ditolak oleh Abu
°alib. Nabi Muhammad
saw. terus saja berdakwah.
Untuk yang ketiga
kalinya, para pembesar Quraisy datang kepada Abu
°alib. Mereka berkata,
“Wahai Abu °alib, Anda orang yang terhormat
dan terpandang di
kalangan kami. Kami telah meminta Anda untuk
menghentikan
kemenakanmu, tetapi Anda tidak juga memenuhi tuntutan
kami! Kami tidak akan
tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek
moyang kami, tidak
menghormati harapan-harapan kami, dan mencacimaki
berhala-berhala kami.
Sebaiknya, Anda sendirilah yang menghentikan
kemenakan Anda, atau
jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak
binasa”.
Sejak saat itu,
orang-orang Quraisy mencaci-maki dan menyiksa kaum
muslimin tidak
terkecuali Nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal
adalah penyiksaan Bilal
(seorang budak dari Abisinia).
Ia dipaksa untuk
melepaskan agama,
dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya
ditindih dengan batu
yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan
semacam itu, Bilal tetap
teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus
mengucapkan Ahad, Ahad,
... (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa). Bilal terus
menerus mengalami
siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar Siddik. Sebagai
orang kaya, Abu Bakar
banyak sekali memerdekakan budak di antaranya
adalah budak perempuan
Umar bin Khattab.
Meskipun Nabi Muhammad
saw. telah mendapat perlindungan dari
Banu Hasyim dan Banu
Mu¯alib, ia masih juga mengalami penyiksaan.
Ummu Jamil, istri Abu
Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya.
Demikian juga Abu Jahal
yang melemparkan isi perut kambing kepada Nabi
Muhammad saw. ketika ia
sedang śalat. Intimidasi dan penyiksaan yang
dialami oleh Nabi
Muhammad saw. dan para pengikutnya berlangsung
dalam kurun waktu yang
cukup lama. Kian hari kian keji siksaan yang mereka
terima. Namun demikian,
Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya
tetap tabah dan terus
memelihara dan meningkatkan keyakinan dan
keimanan mereka.
Demikianlah, setiap hari
jumlah pengikut Nabi Muhammad saw. terus
bertambah. Kenyataan ini
menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena
itu, mereka mengutus
Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan Nabi
Muhammad saw. Dalam
pertemuannya dengan Nabi Muhammad saw.
ia mengatakan, “Wahai
anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai
tempat (bermartabat) di kalangan
kami. Kini engkau membawa perkara
besar yang menyebabkan
kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah,
kami akan menawarkan
beberapa hal. Kalau engkau menginginkan harta,
kami siap mengumpulkan
harta kami sehingga engkau menjadi yang
terkaya di antara kami.
Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan,
kami akan angkat engkau
menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus
satu perkara tanpa
persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau
cari, kami akan nobatkan
engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap
penyakit syaraf yang
tidak dapat engkau sembuhkan, akan kami usahakan
penyembuhannya dengan
biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau
sembuh”. Mendengar
tawaran itu, Nabi Muhammad saw. membacakan
surat al-Sajdah kepada
Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa
ia berhadapan dengan
seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada
kekuasaan, dan bukan
pula orang yang gila.
Utbah kembali kepada
Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika
bertemu dengan Nabi
Muhammad saw. serta menyarankan agar mereka
membiarkan Nabi Muhammad
saw. berhubungan secara bebas dengan
semua orang Arab. Usul
Utbah tentu tidak dapat mereka terima, sebab
mereka belum merasa puas
jika belum mengalahkan Nabi Muhammad
saw. Karena itu, mereka
meningkatkan penyiksaan baik kepada Nabi
Muhammad saw. maupun
kepada para pengikutnya.
Dengan semangat
kerasulannya serta keyakinan akan kebenaran
ajaran Ilahi, gerakan
dakwah Rasulullah saw. makin tersebar luas.
Teman, sahabat, bahkan
orang yang tidak dikenalnya, baik dari kalangan
bangsawan terhormat
maupun dari golongan hamba sahaya banyak yang
mendengar dan memahami
ajaran Islam, kemudian memeluk agama Islam
dan beriman kepada Allah
Swt. Rasulullah saw. makin tegas, lantang dan
berani, tetapi tetap
komitmen terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya
sebagai rasul utusan
Allah Swt.
Reaksi Kafir Quraisy terhadap Dakwah
Rasulullah saw.
Sebagaimana yang telah
disinggung pada bagian sebelumnya, kaum kafir
Quraisy terus berupaya
menggalang kekuatan agar Rasulullah saw. dan upayanya
dalam penyebaran ajaran
Islam dapat dihentikan. Berbagai upaya mereka
lakukan, mulai mengajak
berdialog dengan mengiming-imingi berbagai bantuan
hingga kekerasan yang
dialkukan terhadap Rasulullah saw. dan para sahabat
serta pengikut ajarannya.
Puncak dari kejengkelan mereka adalah dengan cara
memboikot Rasulullah
saw. dan para sahabatnya serta pengikutnya dari boikot
ekonomi dan politik.
Apa yang menyebabkan
mereka begitu keras menolak dan geram terhadap
ajaran yang dibawa
Rasulullah saw.? Apa yang salah dengan ajaran tentang
kebenaran dan kasih
sayang yang merupakan idaman semua manusia beradab?
Sebetulnya mereka
mengetahui dan memahami betul bahwa ajaran Ilahi yang
dibawa Rasulullah saw.
adalah ajaran yang lurus, benar, dan haq.
Ada beberapa alasan
mengapa kaum kafir menolak dan menentang ajaran
yang dibawa Rasulullah
saw, diantaranya adalah sebagai berikut.
Kesombongan dan Keangkuhan
Bangsa Arab jahiliah
dikenal sebagai bangsa yang sangat angkuh dan
sombong. Mereka
menganggap bahwa semua yang telah mereka lakukan
adalah sesuatu yang
benar. Mereka menganggap mereka tidak salah dengan
apa yang mereka lakukan.
Kesombongan mereka tercermin dari sya’ir-sya’ir
yang mereka buat,
terutama kesombongan kaum Quraisy yang merasa suku
mereka yang paling
terhormat dan paling berpengaruh. Mereka memandang
bahwa mereka lebih mulia
dan tinggi derajatnya dari golongan bangsa Arab
lainnya. Mereka tidak
menerima ajaran persamaan hak dan derajat yang
dibawa Islam. Oleh
karenanya, mengakui dan menerima ajaran Islam yang
dibawa oleh Rasulullah
saw. akan menurunkan dan menjatuhkan derajat dan
martabat serta mengancam
kedudukan mereka.
Fanatisme Buta terhadap Leluhur
Kebiasaan yang telah
mengakar kuat dan turun-temurun dalam
melaksanakan penyembahan
berhala dan kemusyrikan lainnya, menyebabkan
mereka sangat sulit
menerima ajaran tau¥i« dan menyembah Allah Swt. yang
Ahad. Kebiasaan tersebut
sudah mengkristal dan berakar, mereka sangat
sulit diberikan
pemahaman bertau¥i«. Tuhan bagi mereka diwujudkan dalam
bentuk berhala-berhala
yang mereka buat sendiri sejak ratusan tahun lalu.
Fanatisme terhadap
ajaran leluhur jelas-jelas telah menenggelamkan mereka
ke dalam kesesatan yang
nyata.
Fakta tersebut
ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmannya:
“Dan apabila dikatakan
kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah
Swt. dan (mengikuti)
Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa
yang kami dapati nenek
moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka
akan mengikuti) juga
nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka
itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Q.S. al-
Mā’idah/5:104)
Eksistensi dan Persaingan Kekuasaan
Penolakan mereka
terhadap ajaran Rasulullah saw. secara politis dapat
melemahkan eksistensi
dan pengaruh kekuasaan mereka. Jika merena
menerima Rasulullah saw.
dengan ajaran yang dibawanya, tentu saja akan
berakibat pada lemahnya
pengaruh dan kekuasaan mereka. Kekuasaan dan
pengaruh yang selama ini
mereka dapatkan dengan menghalalkan berbagai
cara, tentu sangat
bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah saw. Itulah
sebabnya, mereka
“mati-matian” mempertahankan eksistensi dan keberadaan
meraka untuk menolak
Rasulullah saw.
Contoh-Contoh Penyiksaan Quraisy terhadap
Rasulullah saw. dan Para
Pengikutnya
Berikut adalah
contoh-contoh penyiksaan kafir Qurasiy terhadap Rasulullah
saw. dan para
pengikutnya.
1. Suatu hari, Abu Jahal
melihat Rasulullah saw. di Śafa, ia mencerca dan menghina
tapi tidak ditanggapi
oleh Rasulullah saw. dan ia beranjak pulang. Kemudian,
Abu Jahal pun bergabung
dengan kelompoknya kaum Quraisy di samping
Ka’bah. Mendengar
kejadian tersebut, Hamzah, paman Rasulullah saw., marah
seraya bangkit mencari
Abu Jahal. Ia kemudian menemukan Abu Jahal yang
sedang duduk di samping
Ka’bah dengan kelompoknya kaum Quraisy. Tanpa
banyak bicara, ia
langsung mengangkat busur dan memukulkannya ke kapala
Abu Jahal hingga
tengkoraknya terluka. “Engkau mencerca dia (Rasulullah
saw.), padahal aku sudah
memeluk agamanya. Aku menempuh jalan yang ia
tempuh. Jika mampu, ayo,
lawan aku!” tantang Hamzah.
2. Suatu hari, Uqbah bin
Abi Mu’i¯ melihat Rasulullah saw. ber¯awaf, lalu
menyiksanya. Ia menjerat
leher Rasulullah saw. dengan sorbannya dan
menyeret ke luar masjid.
Beberapa orang datang menolong Rasulullah saw.
karena takut kepada Bani
Hasyim.
3. Penyiksaan lain
dilakukan oleh pamannya sendiri, yaitu Abu Lahab dan istrinya
Ummu Jamil yang tiada
tara kejinya. Rasulullah saw. bertetangga dengan
mereka. Mereka tak
pernah berhenti melemparkan barang-barang kotor
kepadanya. Suatu hari
mereka melemparkan kotoran domba ke kepala Nabi.
Sekali lagi Hamzah
membalasnya dengan menimpakan barang yang sama ke
kepala Abu Lahab.
Quraisy memboikot kaum
muslimin
Kaum Quraisy memutuskan
segala bentuk hubungan perkawinan dan
perdagangan dengan Bani
Hasyim. Persetujuan pemboikotan ini dibuat dalam
bentuk piagam,
ditandatangani bersama dan digantungkan di Ka’bah. Peristiwa
ini terjadi pada tahun
ke-7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun.
Pemboikotan ini
mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan
bagi kaum muslim. Untuk
meringankan penderitaan kaum muslimin, mereka
pindah ke suatu lembah
di luar Kota Mekah.
Perjanjian Aqabah
Kerasnya penolakan dan
perlawanan Quraisy, mendorong Nabi Muhammad
saw. melancarkan
dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy.
Dalam melakukan dakwah
ini, Nabi Muhammad saw. tidak saja menemui mereka
di Ka’bah pada saat
musim haji, ia juga mendatangi perkampungan dan tempat
tinggal para kepala
suku. Tanpa diketahui oleh seorang pun, Nabi Muhammad
saw. pergi ke °aif. Di
sana ia menemui ¢aqif dengan harapan agar ia dan
masyarakatnya mau
menerimanya dan memeluk Islam. ¢aqif dan masyarakatnya
menolak Nabi dengan
kejam. Meski demikian Nabi berlapang dada dan meminta
¢aqif untuk tidak
menceritakan kedatangannya ke °aif agar ia tidak mendapat
malu dari orang Quraisy.
Permintaan itu tidak dihiraukan oleh ¢aqif, bahkan ia
menghasut masyarakatnya
untuk mengejek, menyoraki, mengusir, dan melempari
Nabi. Selain itu Nabi
mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, dan Bani
Amir bin Sa‘sa’ah ke
rumah-rumah mereka. Tak seorang pun dari mereka yang
mau menyambut dan
mendengar dakwah Nabi. Bahkan, Bani Hanifah menolak
dengan cara yang sangat
buruk. Amir menunjukkan ambisinya, ia mau menerima
ajakan Nabi dengan
syarat jika Nabi memperoleh kemenangan, kekuasaan harus
berada di tangannya.
Pengalaman tersebut
mendorong Nabi Muhammad saw. berkesimpulan
bahwa tidak mungkin lagi
mendapat dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah
Arab lainnya. Karena
itu, Nabi Muhammad saw. mengalihkan dakwahnya kepada
kabilah-kabilah lain
yang ada di sekitar Mekah yang datang berziarah setiap
tahun ke Mekah. Jika
musim ziarah tiba, Nabi Muhammad saw. pun mendatangi
kabilah-kabilah itu dan
mengajak mereka untuk memeluk Islam. Tak berapa
lama kemudian,
tanda-tanda kemenangan datang dari Ya¡rib (Madinah). Nabi
Muhammad saw.
sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Ya¡rib. Di
sanalah ayahnya dimakamkan,
di sana pula terdapat famili-familinya dari Bani
Najjar yang merupakan
keluarga kakeknya, Abdul Mu¯¯alib dari pihak ibu. Karena
itu, tidak mengherankan
apabila di tempat ini kelak Nabi Muhammad saw.
mendapat kemenangan dan
Islam berkembang dengan amat pesat.
Ya¡rib merupakan kota
yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus
dan Khazraj. Kedua suku
ini selalu berperang merebut kekuasaan. Hubungan
Aus dan Khazraj dengan
Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan
tentang agama samawi.
Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kedua suku
Arab tersebut lebih
mudah menerima kehadiran Nabi Muhammad saw. Ketika
Yahudi mengalami
kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Ya¡rib.
Yahudi tidak tinggal
diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj
yang akhirnya
menimbulkan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. Sejak
saat itu, orang-orang
Yahudi yang sebelumnya terusir dapat kembali tinggal di
Ya¡rib. Aus dan Khazraj
menyadari derita dan kerugian yang mereka alami akibat
permusuhan mereka. Oleh
karena itu, mereka sepakat mengangkat Abdullah bin
Muhammad dari suku
Khazraj sebagai pemimpin. Namun, hal itu tidak terlaksana
disebabkan beberapa
orang Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah (haji).
Kedatangan orang-orang
Khazraj ke Mekah diketahui oleh Nabi Muhammad
saw., dan ia pun segera
menemui mereka. Setelah Nabi berbicara dan mengajak
mereka untuk memeluk
agama Islam, mereka pun saling berpandangan dan salah
seorang dari mereka
berkata,“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan oleh
orang-orang Yahudi
kepada kita, dan jangan sampai mereka (Yahudi) mendahului
kita.” Setelah itu,
mereka kembali ke Ya¡rib dan menyampaikan berita kenabian
Muhammad saw.. Mereka
menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka
telah menganut Islam.
Berita dan pernyataan yang mereka sampaikan mendapat
sambutan yang baik dari
masyarakat. Pada musim ziarah tahun berikutnya,
datanglah 12 orang
penduduk Ya¡rib menemui Nabi Muhammad saw. di Aqabah.
Di tempat ini mereka
berikrar kepada Nabi yang kemudian dikenal dengan
Perjanjian Aqabah I.
Pada Perjanjian Aqabah I ini, orang-orang Ya¡rib berjanji
kepada Nabi untuk tidak
menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina,
tidak membunuh
anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan
atau di belakang, jangan
menolak berbuat kebaikan. Siapa mematuhi semua
itu akan mendapat pahala
surga dan kalau ada yang melanggar, persoalannya
kembali kepada Allah
Swt.
Selanjutnya, Nabi
menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al-
Qurān, mengajarkan Islam
serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk
Ya¡rib. Sejak itu,
Mus’ab tinggal di Ya¡rib. Jika musim ziarah tiba, ia berangkat
ke Mekah dan menemui
Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuan itu, Mus’ab
menceritakan
perkembangan masyarakat muslim Ya¡rib yang tangguh dan kuat.
Berita ini sungguh
menggembirakan Nabi dan menimbulkan keinginan dalam
hati Nabi untuk hijrah
ke sana.
Pada tahun 622 M,
peziarah Ya¡rib yang datang ke Mekah berjumlah 75 orang,
dua orang di antaranya
perempuan. Kesempatan ini digunakan Nabi melakukan
pertemuan rahasia dengan
para pemimpin mereka. Pertemuan Nabi dengan para
pemimpin Ya¡rib yang
berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah
malam pada hari-hari
Tasyriq (tidak sama dengan hari Tasyriq yang sekarang).
Malam itu, Nabi Muhammad
saw. ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul
Mu¯alib (yang masih
memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang
Ya¡rib. Pertemuan malam
itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian
Aqabah II. Pada malam
itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami
berikrar, bahwa kami
sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di
waktu bahagia dan
sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja
kami berada, dan di
jalan Allah Swt. ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan
celaan siapapun.”
Setelah masyarakat
Ya¡rib menyatakan ikrar mereka, Nabi berkata kepada
mereka, “Pilihkan buat
saya dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang
menjadi penanggung jawab
masyarakatnya”. Mereka memilih sembilan orang dari
Khazraj dan tiga orang
dari Aus. Kepada dua belas orang itu, Nabi mengatakan,
“Kalian adalah
penanggung jawab masyarakat kalian seperti pertangungjawaban
pengikut-pengikut Isa
bin Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang
bertangung jawab.”
Setelah ikrar selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang
ditujukan kepada kaum
Quraisy, “Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah
berkumpul akan memerangi
kamu!”. Semua kaget dan terdiam. Tiba-tiba Abbas
bin Ubadah, salah
seorang peserta ikrar, berkata kepada Nabi, “Demi Allah Swt.
yang mengutus Anda
berdasarkan kebenaran, jika Nabi mengizinkan, besok
penduduk Mina akan kami
‘habisi’ dengan pedang kami.” Lalu, Nabi Muhammad
saw. menjawab, “Kita
tidak diperintahkan untuk itu, kembalilah ke kemah kalian!”
Keesokan harinya, mereka
bangun pagi-pagi sekali dan segera bergegas pulang
ke Ya¡rib.
Peristiwa Hijrah Kaum Muslimin
1. Hijrah ke Abisinia (Habsyi)
Untuk menghindari bahaya
penyiksaan, Nabi Muhammad saw.
menyarankan para
pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). Para sahabat
pergi ke Abisinia dengan
dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15 orang;
sebelas orang laki-laki
dan empat orang perempuan. Mereka berangkat
secara sembunyi-sembunyi
dan sesampainya di sana, mereka mendapatkan
perlindungan yang baik
dari Najasyi (sebutan untuk Raja Abisinia). Ketika
mendengar keadaan Mekah
telah aman, mereka pun kembali lagi. Namun,
mereka kembali
mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. Karena itu,
mereka kembali hijrah
untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari
kenabian atau tahun 615
M). Kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang lakilaki,
dipimpin oleh Ja’far bin
Abi °alib. Mereka tinggal di sana hingga sesudah
Nabi hijrah ke Ya¡rib
(Madinah). Peristiwa hijrah ke Abisinia ini dipandang
sebagai hijrah pertama
dalam Islam.
Peristiwa hijrah ke
Abisinia ini sungguh tidak menyenangkan kaum
Quraisy dan menimbulkan
kekhawatiran yang sangat besar. Ada dua hal yang
dikhawatirkan oleh kaum
Quraisy, yaitu: pertama, kaum muslimin akan dapat
menjalin hubungan yang
luas dengan masyarakat Arab; kedua, kaum muslimin
akan menjadi kuat dan
kembali ke Mekah untuk menuntut balas. Oleh karena
itu, mereka mengutus Amr
bin ‘A¡ dan Abdullah bin Rabi’ah kepada Najasyi
agar mau menyerahkan
kaum muslimin yang berhijrah ke sana. Dengan
mempersembahkan hadiah
yang besar kepada Najasyi, kedua utusan itu
berkata, “Paduka Raja,
mereka yang datang ke negeri tuan ini adalah budakbudak
kami yang tidak punya
malu. Mereka meninggalkan agama nenek
moyang mereka dan tidak
pula menganut agama Paduka (Kristen); mereka
membawa agama yang
mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan
tidak juga Paduka. Kami
diutus oleh pemimpin-pemimpin mereka, orangorang
tua mereka, paman-paman
mereka, dan keluarga-keluarga mereka
supaya Paduka sudi
mengembalikan orang-orang itu kepada pemimpinpemimpin
kami. Mereka lebih tahu
betapa orang-orang itu mencemarkan dan
mencerca agama mereka.”
Najasyi kemudian
memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada
mereka, “Agama apa ini
yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan
masyarakat tuan-tuan
sendiri?” Kaum muslimin yang diwakili oleh Ja’far
bin Abi °alib menjawab,
“Paduka Raja, masyarakat kami masyarakat yang
bodoh, menyembah
berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai macam
kejahatan, memutuskan hubungan
dengan kerabat, tidak baik dengan
tetangga; yang kuat
menindas yang lemah. Demikianlah keadaan masyarakat
kami hingga Allah Swt.
mengutus seorang rasul dari kalangan kami sendiri
yang kami kenal asal
usulnya, jujur, dapat dipercaya, dan bersih. Ia mengajak
kami hanya menyembah
kepada Allah Swt. Yang Maha Esa, meninggalkan
batu-batu dan
patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang
kami sembah. Ia melarang
kami berdusta, menganjurkan untuk berlaku
jujur, menjalin hubungan
kekerabatan, bersikap baik kepada tetangga, dan
menghentikan pertumpahan
darah. Ia melarang kami melakukan segala
perbuatan jahat,
menggunakan kata-kata dusta dan keji, memakan harta
anak yatim, dan
mencemarkan nama baik perempuan yang tak bersalah. Ia
meminta kami menyembah Allah
Swt. dan tidak mempersekutukan-Nya. Jadi,
yang kami sembah hanya
Allah Swt. Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-
Nya dengan apa dan siapa
pun. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang
dihalalkan kami lakukan.
Karena itulah kami dimusuhi, dipaksa meninggalkan
agama kami. Karena
mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami,
kami pun keluar menuju
negeri Paduka ini. Padukalah yang menjadi pilihan
kami. Senang sekali kami
berada di dekat Paduka, dengan harapan di sini tidak
ada penganiayaan”.
Mendengar pernyataan
yang demikian fasih dan santun, akhirnya Raja
Najasyi memberikan
perlindungan kepada kaum muslimin hingga kemudian
mereka hidup untuk
beberapa lama di negeri yang jauh dari tanah kelahirannya.
2. Hijrah ke Madinah
Peristiwa Ikrar Aqabah
II ini diketahui oleh orang-orang Quraisy. Sejak itu
tekanan, intimidasi, dan
siksaan terhadap kaum muslimin makin meningkat.
Kenyataaan ini mendorong
Nabi segera memerintahkan sahabat-sahabatnya
untuk hijrah ke Ya¡rib.
Dalam waktu dua bulan saja, hampir semua kaum
muslimin, sekitar 150
orang telah berangkat ke Ya¡rib. Hanya Abu bakar dan
Ali yang masih menjaga
dan membela Nabi di Mekah. Akhirnya, Nabi pun
hijrah setelah mendengar
rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.
Nabi Muhammad saw.
dengan ditemani oleh Abu Bakar berhijrah ke
Ya¡rib. Sesampai di
Quba, 5 km dari Ya¡rib, Nabi beristirahat dan tinggal di
sana selama beberapa
hari. Nabi menginap di rumah Umi Kalsum bin Hindun.
Di halaman rumah ini
Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama
yang dibangun pada masa
Islam yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba.
Tak lama kemudian, Ali
datang menyusul setelah menyelesaikan amanah yang
diserahkan Nabi
kepadanya pada saat berangkat hijrah.
Ketika Nabi memasuki
Ya¡rib, ia dielu-elukan oleh penduduk kota itu dan
menyambut kedatangannya
dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, nama
Ya¡rib diganti dengan
Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut
dengan Madinatun
Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Dikatakan demikian
karena memang dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.
Sekian. Semoga
bermanfaat.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
SUMBER :
BUKU PAKET PAI SMA KELAS X