Meneladani Perjuangan Hebat dan Menginspirasi Rasulullah SAW di Mekah

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFNb7iY5Buoit7BF_MSiMVeGwr4DGOG0wX9YmjC9x3umZ4yfP7YqPARMDq8KCntYgJRHSSdnF2EX30E4kmp6iC95JvJYoob8L-W6549_u3GduGUxwSbnbNksxFx9-59s7QMM_Gf-hZM_U/s1600/perjuangan+nabi.jpg

 

Assalamu'alaikum wr.wb.

 

       Sahabatku, berjumpa kembali pada artikel berikut yang berjudul, "Meneladani Perjuangan Hebat dan Menginspirasi Rasulullah saw. di Mekah." Artikel ini menggambarkan rangkaian perjuangan yang dialami Rasulullah saat berada di Mekah. Betapa mengharukan dan dapat menginspirasi kita, perjuangan beliau dalam menegakkan agama Allah swt. Kisah yang sudah sepatutnya dibaca oleh muslimin dan muslimah yang beriman.


 

 

Substansi Dakwah Rasulullah saw. di Mekah

a. Kerasulan Nabi Muhammad saw. dan Wahyu Pertama

 

  Menurut beberapa riwayat yang śahih, Nabi Muhammad saw. pertama

kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Rama«an saat

usianya 40 tahun. Malaikat Jibril datang untuk membacakan wahyu

pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw., yaitu Q.S.

al-‘Alāq. Nabi Muhammad saw. diperintahkan membacanya, namun

Rasulullah saw. berkata bahwa ia tak bisa membaca. Malaikat Jibril

mengulangi permintaannya, tetapi jawabannya tetap sama. Kemudian,

Jibril menyampaikan firman Allah Swt. yaitu Q.S. al-‘Alāq/96:1-5 sebagai

berikut:

 

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu

yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan

(menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya.” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5)

 

  Itulah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw.

sebagai awal diangkatnya sebagai rasul. Kemudian, Nabi Muhammad saw.

menerima ayat-ayat al-Qur’ān secara berangsur-angsur dalam jangka waktu

23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang

sedang terjadi sehingga hampir setiap ayat al-Qur’ān turun disertai oleh

Asbābun Nuzμl (sebab/kejadian yang mendasari turunnya ayat). Ayat-ayat

yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai kompilasi bernama al-Mus¥af

yang juga dinamakan al-Qur’ān.

 

b. Ajaran-Ajaran Pokok Rasulullah saw. di Mekah

 

Aqidah

 

  Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt. untuk membawa ajaran tauhid.

Masyarakat Arab yang saat ia dilahirkan bahkan jauh sebelum ia lahir,

hidup dalam praktik kemusyrikan. Ia sampaikan kepada kaum Quraisy

bahwa Allah Swt. Maha Pencipta. Segala sesuatu di alam ini, langit, bumi,

matahari, bintang-bintang, laut, gunung, manusia, hewan, tumbuhan,

batu-batuan, air, api, dan lain sebagainya itu merupakan ciptaan Allah

Swt. Karena itu, Allah Swt. Mahakuasa atas segala sesuatu, sedangkan

manusia lemah tak berdaya. Ia Mahaagung (Mulia) sedangkan manusia

rendah dan hina. Selain Maha Pencipta dan Mahakuasa, Ia pelihara

seluruh makhluk-Nya dan Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk

manusia. Selanjutnya, Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan bahwa

Allah Swt. itu Maha Mengetahui. Allah Swt. mengajarkan manusia

berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak diketahuinya dan cara

memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.

Ajaran keimanan ini, yang merupakan ajaran utama yang

diembankan kepada ia bersumber kepada wahyu-wahyu Ilahi. Banyak

sekali ayat al-Qur’ān yang memerintahkan beliau agar menyampaikan

keimanan sebagai pokok ajaran Islam yang sempurna. Allah Swt.

berfirman yang artinya:

 

 “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah Swt.,

Yang Maha Esa. Allah Swt. tempat meminta segala sesuatu. (Allah Swt.)

tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang

setara dengan Dia.” (Q.S. al-Ikhlaś/112:1-4)

 

Ajaran tau¥id ini berbekas sangat dalam di hati Nabi dan para

pengikutnya sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat, mapan, dan

tak tergoyahkan. Dengan keyakinan ini, para sahabat sangat percaya

bahwa Allah Swt. tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan

penderitaan. Dengan keyakinan ini pula, mereka percaya bahwa Allah

Swt. akan memberikan kebahagiaan hidup kepada mereka. Dengan

keyakinan ini pula, para sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan

kesenangan duniawi. Dengan keyakinan ini pula, para sahabat mampu

bersabar dan bertahan serta tetap berpegang teguh pada agama

ketika mereka mendapatkan tantangan dan siksaan yang amat keji dari

pemuka-pemuka Quraisy. Dengan keyakinan seperti ini pulalah, Nabi

Muhammad saw. dapat mengatakan dengan mantap kepada Abu talib,

 

“Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan

kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas

ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan. Biarlah nanti Allah Swt. yang

akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil)

atau binasa karenanya”.

 

Ini pula yang menjadi rahasia mengapa Bilal bin Rabbah dapat

bertahan atas siksaan yang ia terima dengan tetap mengucapkan “Allah

Maha Esa” secara berulang-ulang.

 

Akhlak Mulia

 

  Dalam hal akhlak, Nabi Muhammad saw. tampil sebagai teladan

yang baik (ideal). Sejak sebelum menjadi nabi, ia telah tampil sebagai

sosok yang jujur sehingga diberi gelar oleh masyarakatnya sebagai

al-Amin (yang dapat dipercaya). Selain itu, Nabi Muhammad saw.

merupakan sosok yang suka menolong dan meringankan beban orang

lain. Ia juga membangun dan memelihara hubungan kekeluargaan serta

persahabatan. Nabi Muhammad saw. tampil sebagai sosok yang sopan,

lembut, menghormati setiap orang, dan memuliakan tamu. Selain itu,

Nabi Muhammad saw. juga tampil sebagai sosok yang berani dalam

membela kebenaran, teguh pendirian, dan tekun dalam beribadah.

Nabi Muhammad saw. mengajak agar sikap dan perilaku yang tidak

terpuji yang dilakukan masyarakat Arab seperti berjudi, meminum

minuman keras (khamr), berzina, membunuh, dan kebiasaan buruk

lainnya ditinggalkan. Selain karena pribadi ia dengan akhlaknya yang

luhur, ajaran untuk memperbaiki akhlak juga bersumber dari Allah

Swt. Firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,

karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan

bertakwallah kepada Allah Swt. agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-

¦ujurāt/49:10)

Keterangan di atas memberikan penjelasan kepada kita, bagaimana

Rasulullah saw. memadukan teori dengan praktik. Ia mengajarkan akhlak

mulia kepada masyarakatnya, sekaligus juga membuktikannya dengan

perilakunya yang sangat luhur. Akhlak Rasulullah saw. adalah apa yang

dimuat di dalam al-Qur’ān itu sendiri. Ia tidak hanya mengajarkan,

tetapi juga mencontohkan dengan akhlak terpuji. Hal ini diakui oleh

seorang penulis Barat, Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul

“100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” dengan menempatkan

Rasulullah saw. sebagai manusia tersukses mengubah perilaku manusia

yang biadab menjadi manusia yang beradab.

 

Strategi Dakwah Rasululah saw. di Mekah

 

  Dalam mendakwahkan ajaran-ajaran Islam yang sangat fundamental dan

universal, Rasulullah saw. tidak serta-merta melakukannya dengan tergesa-gesa.

Ia mengerti benar bagaimana kondisi masyarakat Arab saat itu yang bergelimang

dengan kemaksiatan dan praktik-praktik kemunkaran. Mengubah pola pikir dan

kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat bangsa Arab khususnya kaum Quraisy

bukanlah perkara mudah. Kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun

sejak ratusan tahun silam, ditambah lagi dengan pengaruh agama Nasrani dan

Yahudi yang sudah dikenal lama bahkan sudah banyak penganutnya.

Ada dua tahapan yang dilakukan Rasulullah saw. dalam menjalankan misi

dakwah tersebut, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi yang hanya terbatas

di kalangan keluarga dan sahabat terdekat dan dakwah secara terang-terangan

kepada khalayak ramai.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3umGn2z_JLJ0Et13clYIetPOAqf3v6DWlqOstIGx3cIexNUzkxgXDlFW3iWRU16rJqkXWeoLvdVl8XV1XCz21Pq0OLLRN-U7Xsk9OrkOvG1B-rt0NefvlrGqfaSaY2kHw90i8LXOux-U/s1600/kakbah+yg+dulu.jpeg

 

1. Dakwah secara Rahasia/Diam-diam (al-Da’wah bi al-Sirr)

 

  Agar tidak menimbulkan keresahan dan kekacauan di kalangan

masyarakat Quraisy, Rasulullah saw. memulai dakwahnya secara sembunyisembunyi

(al-Da’wah bi al-Sirr). Hal tersebut dilakukan mengingat kerasnya

watak suku Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan

dan penyembahan berhala. Pada tahap ini, Rasulullah saw. memfokuskan

dakwah Islam hanya kepada orang-orang terdekat, yaitu keluarga dan para

sahabatnya. Rumah Rasulullah saw (Dārul Arqam) dijadikan sebagai pusat

kegiatan dakwah. Di tempat itulah, ia menyampaikan risalah-risalah tau¥i«

dan ajaran Islam lainnya yang diwahyukan Allah Swt. kepadanya. Rasulullah

saw. secara langsung menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang

ajaran Islam dan mengajak pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek

moyang mereka, yaitu dari menyembah berhala menuju penyembahan

kepada Allah Swt. Karena sifat dan pribadinya yang sangat terpercaya dan

terjaga dari hal-hal tercela, tanpa ragu para pengikutnya, baik dari kalangan

keluarga maupun para sahabat menyatakan ketau¥i«an dan keislaman

mereka di hadapan Rasulullah saw.

 

  Orang-orang pertama (as-sābiqunal awwalμn) yang mengakui kerasulan

Nabi Muhammad saw. dan menyatakan keislamannya adalah: Siti Khadijah

(istri), Ali bin Abi °halib (adik sepupu), Zaid bin ¦ari¡ah (pembantu yang

diangkat menjadi anak), dan Abu Bakar Siddik (sahabat). Selanjutnya

secara perlahan tapi pasti, pengikut Rasulullah saw. makin bertambah. Di

antara mereka adalah U¡man bin Affan, Zubair bin Awwam, Said bin Abi

Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf, °aha bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin

Jarrah, Fatimah bin Khattab dan suaminya Said bin Zaid al-Adawi, Arqam

bin Abil Arqam, dan beberapa orang lainnya yang berasal dari suku Qurasy.

Bagaimana ajaran Islam bisa diterima dan dianut oleh mereka

yang sebelumnya terbiasa dengan adat-istiadat masyarakat Arab yang

begitu mengakar kuat? Bagaimana mereka meyakini agama baru yang

dibawa oleh Rasulullah saw. sebagai agama paling benar dan sempurna

kemudian menjadi pemeluknya? Bagaimana pula reaksi orang-orang yang

mengetahui bahwa mereka telah meninggalkan agama nenek moyang,

yaitu menyembah berhala?

 

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya adalah

seperti berikut.

 

a. Pribadi Rasulullah saw. yang begitu luhur dan agung. Tidak pernah ia

melakukan hal-hal yang tercela dan hina. Ia adalah pribadi yang sangat

jujur dan amanah (al-Amin), sabar, bijaksana, dan lemah-lembut dalam

menyampaikan ajakan serta ajaran Islam.

b. Ajaran Islam yang rasional, logis, dan universal, menghargai hak-hak

asasi manusia, memberikan hak yang sama, keadilan, dan kepastian

hidup setelah mati.

c. Menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya, yaitu ajaran-ajaran yang

dibawa oleh para rasul terdahulu berupa penyembahan terhadap Allah

Swt., berbuat baik terhadap sesama, menjaga kerukunan, larangan

perbuatan tercela seperti membunuh, berzina dan lain sebagainya.

d. Kesadaran akan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama yang begitu jauh

dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al-Da’wah bi al-Sirr) ini

dilaksanakan Rasulullah saw. selama lebih kurang tiga tahun. Setelah

memperoleh pengikut dan dukungan dari keluarga dan para sahabat,

selanjutnya Rasulullah saw. mengatur strategi dan rencana agar ajaran

Islam dapat diajarkan dan disebarluaskan secara terbuka.

 

2. Dakwah secara Terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr)

 

Dakwah secara terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr) dimulai ketika

Rasulullah saw. menyeru kepada orang-orang Mekah. Ia berdiri di atas

sebuah bukit dan berteriak dengan suara lantang memanggil mereka.

Beberapa keluarga Quraisy menyambut seruannya. Kemudian, ia berpaling

kepada sekumpulan orang sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah

kalian percaya jika saya katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga

di sebelah bukit (Śafa) ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?”

Mereka menjawab, “Kami tak mendengar Anda berbohong sepanjang

hayat kami.” Ia lalu berkata, “Wahai bangsa Qurasy! Selamatkanlah dirimu

dari neraka. Saya tak dapat menolong Anda di hadapan Allah Swt. Saya

peringatkan Anda sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan,

“Kedudukan saya seperti penjaga, yang mengamati musuh dari jauh dan

segera berlari kepada kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan

mereka tentang bahaya yang akan datang.”

Seriring dengan itu, turun pula wahyu Allah Swt. agar Rasulullah saw.

melakukannya secara terang-terangan dan terbuka. Mengenai hal tersebut,

Allah Swt. berfirman, yang artinya:

 

“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan

berpalinglah dari orang yang musyrik.” (Q.S. al-¦ijr/15:94).

 

Baca pula firman Allah dalam Q.S. asy-Syua’ara/26:214-216.

 

Berdasarkan ayat-ayat di atas, Rasulullah saw. yakin bahwa sudah

saatnya ia dan para pengikutnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam secara

terbuka dan terang-terangan. Dengan dukungan istrinya Siti Khadijah,

paman yang setia membelanya, yaitu Abu °alib, serta para sahabat dan

pengikutnya yang setia ditambah pula dengan keyakinan bahwa Allah

Swt. senantiasa menyertai, dimulailah dakwah suci ini. Pertama-tama

dakwah dilakukan kepada sanak keluarga, kemudian kepada kaumnya, dan

penduduk Kota Mekah yang saat itu penyembahan berhala begitu kuat.

 

Dari kalangan keluarga, ia mengajak paman-pamannya termasuk

Abu Lahab dan Abu Jahal yang terkenal sangat menentang dakwah

Rasul. Mereka menolak mentah-mentah ajakan Rasulullah saw. seraya

mengatakan bahwa agama merekalah yang paling benar. Penolakan yang

disertai ejekan, cemoohan, hinaan bahkan ancaman tersebut tidak lantas

membuat Rasulullah saw. berputus asa dan berhenti melakukan dakwah.

Justru beliau makin tertantang untuk terus mengajak masyarakat memeluk

agama tauhid.

 

Melihat kenyataan tersebut, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kalangan

bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya, meminta para penyairpenyair

Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek Nabi Muhammad

saw. Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan

mukjizatnya seperti apa yang telah ditampilkan oleh Musa as. dan Isa

as. Seperti menjadikan bukit Śafa dan Marwah berubah menjadi bukit

emas, menghidupkan orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang

mengelilingi Mekah, memancarkan mata air yang lebih baik dari zam.

zam. Tidak sampai di situ, bahkan mereka mengolok-olok Nabi dengan

menyatakan mengapa Allah Swt. tidak menurunkan wahyu tentang harga

barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.

 

Semua cemoohan, ejekan, dan ancaman yang ditujukan kepada

Rasulullah saw. dan para pengikutnya makin melecut semangat Rasulullah

saw. dengan terus bertambahnya jumlah pengikutnya. Pelan tapi pasti,

pengaruh Rasulullah saw. dan ajaran Islam semakin diterima oleh

masyarakat Mekah yang telah muak dengan praktik-praktik kotor jahiliah.

Kenyataan ini mendorong para pemuka Quraisy datang kembali kepada

Abu °alib, paman yang selalu membela Rasul. Mereka membawa seorang

pemuda yang gagah yang bernama Umarah bin al-Walid bin al-Mugirah

untuk ditukarkan dengan Nabi Muhammad saw. yang ditolak oleh Abu

°alib. Nabi Muhammad saw. terus saja berdakwah.

Untuk yang ketiga kalinya, para pembesar Quraisy datang kepada Abu

°alib. Mereka berkata, “Wahai Abu °alib, Anda orang yang terhormat

dan terpandang di kalangan kami. Kami telah meminta Anda untuk

menghentikan kemenakanmu, tetapi Anda tidak juga memenuhi tuntutan

kami! Kami tidak akan tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek

moyang kami, tidak menghormati harapan-harapan kami, dan mencacimaki

berhala-berhala kami. Sebaiknya, Anda sendirilah yang menghentikan

kemenakan Anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak

binasa”.

 

Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci-maki dan menyiksa kaum

muslimin tidak terkecuali Nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal

adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia).

Ia dipaksa untuk

melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya

ditindih dengan batu yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan

semacam itu, Bilal tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus

mengucapkan Ahad, Ahad, ... (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa). Bilal terus

menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar Siddik. Sebagai

orang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya

adalah budak perempuan Umar bin Khattab.

 

Meskipun Nabi Muhammad saw. telah mendapat perlindungan dari

Banu Hasyim dan Banu Mu¯alib, ia masih juga mengalami penyiksaan.

Ummu Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya.

Demikian juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada Nabi

Muhammad saw. ketika ia sedang śalat. Intimidasi dan penyiksaan yang

dialami oleh Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya berlangsung

dalam kurun waktu yang cukup lama. Kian hari kian keji siksaan yang mereka

terima. Namun demikian, Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya

tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan keyakinan dan

keimanan mereka.

 

Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut Nabi Muhammad saw. terus

bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena

itu, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan Nabi

Muhammad saw. Dalam pertemuannya dengan Nabi Muhammad saw.

ia mengatakan, “Wahai anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai

tempat (bermartabat) di kalangan kami. Kini engkau membawa perkara

besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah,

kami akan menawarkan beberapa hal. Kalau engkau menginginkan harta,

kami siap mengumpulkan harta kami sehingga engkau menjadi yang

terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan,

kami akan angkat engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus

satu perkara tanpa persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau

cari, kami akan nobatkan engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap

penyakit syaraf yang tidak dapat engkau sembuhkan, akan kami usahakan

penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau

sembuh”. Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. membacakan

surat al-Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa

ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada

kekuasaan, dan bukan pula orang yang gila.

 

Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika

bertemu dengan Nabi Muhammad saw. serta menyarankan agar mereka

membiarkan Nabi Muhammad saw. berhubungan secara bebas dengan

semua orang Arab. Usul Utbah tentu tidak dapat mereka terima, sebab

mereka belum merasa puas jika belum mengalahkan Nabi Muhammad

saw. Karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik kepada Nabi

Muhammad saw. maupun kepada para pengikutnya.

 

Dengan semangat kerasulannya serta keyakinan akan kebenaran

ajaran Ilahi, gerakan dakwah Rasulullah saw. makin tersebar luas.

Teman, sahabat, bahkan orang yang tidak dikenalnya, baik dari kalangan

bangsawan terhormat maupun dari golongan hamba sahaya banyak yang

mendengar dan memahami ajaran Islam, kemudian memeluk agama Islam

dan beriman kepada Allah Swt. Rasulullah saw. makin tegas, lantang dan

berani, tetapi tetap komitmen terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya

sebagai rasul utusan Allah Swt.

 

Reaksi Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah saw.

 

Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, kaum kafir

Quraisy terus berupaya menggalang kekuatan agar Rasulullah saw. dan upayanya

dalam penyebaran ajaran Islam dapat dihentikan. Berbagai upaya mereka

lakukan, mulai mengajak berdialog dengan mengiming-imingi berbagai bantuan

hingga kekerasan yang dialkukan terhadap Rasulullah saw. dan para sahabat

serta pengikut ajarannya. Puncak dari kejengkelan mereka adalah dengan cara

memboikot Rasulullah saw. dan para sahabatnya serta pengikutnya dari boikot

ekonomi dan politik.

 

Apa yang menyebabkan mereka begitu keras menolak dan geram terhadap

ajaran yang dibawa Rasulullah saw.? Apa yang salah dengan ajaran tentang

kebenaran dan kasih sayang yang merupakan idaman semua manusia beradab?

Sebetulnya mereka mengetahui dan memahami betul bahwa ajaran Ilahi yang

dibawa Rasulullah saw. adalah ajaran yang lurus, benar, dan haq.

Ada beberapa alasan mengapa kaum kafir menolak dan menentang ajaran

yang dibawa Rasulullah saw, diantaranya adalah sebagai berikut.

 

Kesombongan dan Keangkuhan

 

Bangsa Arab jahiliah dikenal sebagai bangsa yang sangat angkuh dan

sombong. Mereka menganggap bahwa semua yang telah mereka lakukan

adalah sesuatu yang benar. Mereka menganggap mereka tidak salah dengan

apa yang mereka lakukan. Kesombongan mereka tercermin dari sya’ir-sya’ir

yang mereka buat, terutama kesombongan kaum Quraisy yang merasa suku

mereka yang paling terhormat dan paling berpengaruh. Mereka memandang

bahwa mereka lebih mulia dan tinggi derajatnya dari golongan bangsa Arab

lainnya. Mereka tidak menerima ajaran persamaan hak dan derajat yang

dibawa Islam. Oleh karenanya, mengakui dan menerima ajaran Islam yang

dibawa oleh Rasulullah saw. akan menurunkan dan menjatuhkan derajat dan

martabat serta mengancam kedudukan mereka.

 

Fanatisme Buta terhadap Leluhur

 

Kebiasaan yang telah mengakar kuat dan turun-temurun dalam

melaksanakan penyembahan berhala dan kemusyrikan lainnya, menyebabkan

mereka sangat sulit menerima ajaran tau¥i« dan menyembah Allah Swt. yang

Ahad. Kebiasaan tersebut sudah mengkristal dan berakar, mereka sangat

sulit diberikan pemahaman bertau¥i«. Tuhan bagi mereka diwujudkan dalam

bentuk berhala-berhala yang mereka buat sendiri sejak ratusan tahun lalu.

Fanatisme terhadap ajaran leluhur jelas-jelas telah menenggelamkan mereka

ke dalam kesesatan yang nyata.

Fakta tersebut ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmannya:

 

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah

Swt. dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa

yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka

akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka

itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Q.S. al-

Mā’idah/5:104)

 

Eksistensi dan Persaingan Kekuasaan

 

Penolakan mereka terhadap ajaran Rasulullah saw. secara politis dapat

melemahkan eksistensi dan pengaruh kekuasaan mereka. Jika merena

menerima Rasulullah saw. dengan ajaran yang dibawanya, tentu saja akan

berakibat pada lemahnya pengaruh dan kekuasaan mereka. Kekuasaan dan

pengaruh yang selama ini mereka dapatkan dengan menghalalkan berbagai

cara, tentu sangat bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah saw. Itulah

sebabnya, mereka “mati-matian” mempertahankan eksistensi dan keberadaan

meraka untuk menolak Rasulullah saw.

 

Contoh-Contoh Penyiksaan Quraisy terhadap Rasulullah saw. dan Para
Pengikutnya

 

Berikut adalah contoh-contoh penyiksaan kafir Qurasiy terhadap Rasulullah

saw. dan para pengikutnya.

 

1. Suatu hari, Abu Jahal melihat Rasulullah saw. di Śafa, ia mencerca dan menghina

tapi tidak ditanggapi oleh Rasulullah saw. dan ia beranjak pulang. Kemudian,

Abu Jahal pun bergabung dengan kelompoknya kaum Quraisy di samping

Ka’bah. Mendengar kejadian tersebut, Hamzah, paman Rasulullah saw., marah

seraya bangkit mencari Abu Jahal. Ia kemudian menemukan Abu Jahal yang

sedang duduk di samping Ka’bah dengan kelompoknya kaum Quraisy. Tanpa

banyak bicara, ia langsung mengangkat busur dan memukulkannya ke kapala

Abu Jahal hingga tengkoraknya terluka. “Engkau mencerca dia (Rasulullah

saw.), padahal aku sudah memeluk agamanya. Aku menempuh jalan yang ia

tempuh. Jika mampu, ayo, lawan aku!” tantang Hamzah.

 

2. Suatu hari, Uqbah bin Abi Mu’i¯ melihat Rasulullah saw. ber¯awaf, lalu

menyiksanya. Ia menjerat leher Rasulullah saw. dengan sorbannya dan

menyeret ke luar masjid. Beberapa orang datang menolong Rasulullah saw.

karena takut kepada Bani Hasyim.

 

3. Penyiksaan lain dilakukan oleh pamannya sendiri, yaitu Abu Lahab dan istrinya

Ummu Jamil yang tiada tara kejinya. Rasulullah saw. bertetangga dengan

mereka. Mereka tak pernah berhenti melemparkan barang-barang kotor

kepadanya. Suatu hari mereka melemparkan kotoran domba ke kepala Nabi.

Sekali lagi Hamzah membalasnya dengan menimpakan barang yang sama ke

kepala Abu Lahab.

Quraisy memboikot kaum muslimin

 

Kaum Quraisy memutuskan segala bentuk hubungan perkawinan dan

perdagangan dengan Bani Hasyim. Persetujuan pemboikotan ini dibuat dalam

bentuk piagam, ditandatangani bersama dan digantungkan di Ka’bah. Peristiwa

ini terjadi pada tahun ke-7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun.

Pemboikotan ini mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan

bagi kaum muslim. Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin, mereka

pindah ke suatu lembah di luar Kota Mekah.

 

Perjanjian Aqabah

 

Kerasnya penolakan dan perlawanan Quraisy, mendorong Nabi Muhammad

saw. melancarkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy.

Dalam melakukan dakwah ini, Nabi Muhammad saw. tidak saja menemui mereka

di Ka’bah pada saat musim haji, ia juga mendatangi perkampungan dan tempat

tinggal para kepala suku. Tanpa diketahui oleh seorang pun, Nabi Muhammad

saw. pergi ke °aif. Di sana ia menemui ¢aqif dengan harapan agar ia dan

masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. ¢aqif dan masyarakatnya

menolak Nabi dengan kejam. Meski demikian Nabi berlapang dada dan meminta

¢aqif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke °aif agar ia tidak mendapat

malu dari orang Quraisy. Permintaan itu tidak dihiraukan oleh ¢aqif, bahkan ia

menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir, dan melempari

Nabi. Selain itu Nabi mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, dan Bani

Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorang pun dari mereka yang

mau menyambut dan mendengar dakwah Nabi. Bahkan, Bani Hanifah menolak

dengan cara yang sangat buruk. Amir menunjukkan ambisinya, ia mau menerima

ajakan Nabi dengan syarat jika Nabi memperoleh kemenangan, kekuasaan harus

berada di tangannya.

 

Pengalaman tersebut mendorong Nabi Muhammad saw. berkesimpulan

bahwa tidak mungkin lagi mendapat dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah

Arab lainnya. Karena itu, Nabi Muhammad saw. mengalihkan dakwahnya kepada

kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar Mekah yang datang berziarah setiap

tahun ke Mekah. Jika musim ziarah tiba, Nabi Muhammad saw. pun mendatangi

kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Tak berapa

lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Ya¡rib (Madinah). Nabi

Muhammad saw. sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Ya¡rib. Di

sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari Bani

 

Najjar yang merupakan keluarga kakeknya, Abdul Mu¯¯alib dari pihak ibu. Karena

itu, tidak mengherankan apabila di tempat ini kelak Nabi Muhammad saw.

mendapat kemenangan dan Islam berkembang dengan amat pesat.

Ya¡rib merupakan kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus

dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berperang merebut kekuasaan. Hubungan

Aus dan Khazraj dengan Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan

tentang agama samawi. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kedua suku

Arab tersebut lebih mudah menerima kehadiran Nabi Muhammad saw. Ketika

Yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Ya¡rib.

Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj

yang akhirnya menimbulkan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. Sejak

saat itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya terusir dapat kembali tinggal di

Ya¡rib. Aus dan Khazraj menyadari derita dan kerugian yang mereka alami akibat

permusuhan mereka. Oleh karena itu, mereka sepakat mengangkat Abdullah bin

Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin. Namun, hal itu tidak terlaksana

disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah (haji).

Kedatangan orang-orang Khazraj ke Mekah diketahui oleh Nabi Muhammad

saw., dan ia pun segera menemui mereka. Setelah Nabi berbicara dan mengajak

mereka untuk memeluk agama Islam, mereka pun saling berpandangan dan salah

seorang dari mereka berkata,“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan oleh

orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan sampai mereka (Yahudi) mendahului

kita.” Setelah itu, mereka kembali ke Ya¡rib dan menyampaikan berita kenabian

Muhammad saw.. Mereka menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka

telah menganut Islam. Berita dan pernyataan yang mereka sampaikan mendapat

sambutan yang baik dari masyarakat. Pada musim ziarah tahun berikutnya,

datanglah 12 orang penduduk Ya¡rib menemui Nabi Muhammad saw. di Aqabah.

Di tempat ini mereka berikrar kepada Nabi yang kemudian dikenal dengan

Perjanjian Aqabah I. Pada Perjanjian Aqabah I ini, orang-orang Ya¡rib berjanji

kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina,

tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan

atau di belakang, jangan menolak berbuat kebaikan. Siapa mematuhi semua

itu akan mendapat pahala surga dan kalau ada yang melanggar, persoalannya

kembali kepada Allah Swt.

 

Selanjutnya, Nabi menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al-

Qurān, mengajarkan Islam serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk

Ya¡rib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di Ya¡rib. Jika musim ziarah tiba, ia berangkat

ke Mekah dan menemui Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuan itu, Mus’ab

menceritakan perkembangan masyarakat muslim Ya¡rib yang tangguh dan kuat.

Berita ini sungguh menggembirakan Nabi dan menimbulkan keinginan dalam

hati Nabi untuk hijrah ke sana.

 

Pada tahun 622 M, peziarah Ya¡rib yang datang ke Mekah berjumlah 75 orang,

dua orang di antaranya perempuan. Kesempatan ini digunakan Nabi melakukan

pertemuan rahasia dengan para pemimpin mereka. Pertemuan Nabi dengan para

pemimpin Ya¡rib yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah

malam pada hari-hari Tasyriq (tidak sama dengan hari Tasyriq yang sekarang).

Malam itu, Nabi Muhammad saw. ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul

Mu¯alib (yang masih memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang

Ya¡rib. Pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian

Aqabah II. Pada malam itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami

berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di

waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja

kami berada, dan di jalan Allah Swt. ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan

celaan siapapun.”

 

Setelah masyarakat Ya¡rib menyatakan ikrar mereka, Nabi berkata kepada

mereka, “Pilihkan buat saya dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang

menjadi penanggung jawab masyarakatnya”. Mereka memilih sembilan orang dari

Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kepada dua belas orang itu, Nabi mengatakan,

“Kalian adalah penanggung jawab masyarakat kalian seperti pertangungjawaban

pengikut-pengikut Isa bin Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang

bertangung jawab.” Setelah ikrar selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang

ditujukan kepada kaum Quraisy, “Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah

berkumpul akan memerangi kamu!”. Semua kaget dan terdiam. Tiba-tiba Abbas

bin Ubadah, salah seorang peserta ikrar, berkata kepada Nabi, “Demi Allah Swt.

yang mengutus Anda berdasarkan kebenaran, jika Nabi mengizinkan, besok

penduduk Mina akan kami ‘habisi’ dengan pedang kami.” Lalu, Nabi Muhammad

saw. menjawab, “Kita tidak diperintahkan untuk itu, kembalilah ke kemah kalian!”

Keesokan harinya, mereka bangun pagi-pagi sekali dan segera bergegas pulang

ke Ya¡rib.

 

Peristiwa Hijrah Kaum Muslimin

 

1. Hijrah ke Abisinia (Habsyi)

 

Untuk menghindari bahaya penyiksaan, Nabi Muhammad saw.

menyarankan para pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). Para sahabat

pergi ke Abisinia dengan dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15 orang;

sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka berangkat

secara sembunyi-sembunyi dan sesampainya di sana, mereka mendapatkan

perlindungan yang baik dari Najasyi (sebutan untuk Raja Abisinia). Ketika

mendengar keadaan Mekah telah aman, mereka pun kembali lagi. Namun,

mereka kembali mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. Karena itu,

mereka kembali hijrah untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari

kenabian atau tahun 615 M). Kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang lakilaki,

dipimpin oleh Ja’far bin Abi °alib. Mereka tinggal di sana hingga sesudah

Nabi hijrah ke Ya¡rib (Madinah). Peristiwa hijrah ke Abisinia ini dipandang

sebagai hijrah pertama dalam Islam.

 

Peristiwa hijrah ke Abisinia ini sungguh tidak menyenangkan kaum

Quraisy dan menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar. Ada dua hal yang

dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, yaitu: pertama, kaum muslimin akan dapat

menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat Arab; kedua, kaum muslimin

akan menjadi kuat dan kembali ke Mekah untuk menuntut balas. Oleh karena

itu, mereka mengutus Amr bin ‘A¡ dan Abdullah bin Rabi’ah kepada Najasyi

agar mau menyerahkan kaum muslimin yang berhijrah ke sana. Dengan

mempersembahkan hadiah yang besar kepada Najasyi, kedua utusan itu

berkata, “Paduka Raja, mereka yang datang ke negeri tuan ini adalah budakbudak

kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama nenek

moyang mereka dan tidak pula menganut agama Paduka (Kristen); mereka

membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan

tidak juga Paduka. Kami diutus oleh pemimpin-pemimpin mereka, orangorang

tua mereka, paman-paman mereka, dan keluarga-keluarga mereka

supaya Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada pemimpinpemimpin

kami. Mereka lebih tahu betapa orang-orang itu mencemarkan dan

mencerca agama mereka.”

 

Najasyi kemudian memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada

mereka, “Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan

masyarakat tuan-tuan sendiri?” Kaum muslimin yang diwakili oleh Ja’far

bin Abi °alib menjawab, “Paduka Raja, masyarakat kami masyarakat yang

bodoh, menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai macam

kejahatan, memutuskan hubungan dengan kerabat, tidak baik dengan

tetangga; yang kuat menindas yang lemah. Demikianlah keadaan masyarakat

kami hingga Allah Swt. mengutus seorang rasul dari kalangan kami sendiri

yang kami kenal asal usulnya, jujur, dapat dipercaya, dan bersih. Ia mengajak

kami hanya menyembah kepada Allah Swt. Yang Maha Esa, meninggalkan

batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang

kami sembah. Ia melarang kami berdusta, menganjurkan untuk berlaku

jujur, menjalin hubungan kekerabatan, bersikap baik kepada tetangga, dan

menghentikan pertumpahan darah. Ia melarang kami melakukan segala

perbuatan jahat, menggunakan kata-kata dusta dan keji, memakan harta

anak yatim, dan mencemarkan nama baik perempuan yang tak bersalah. Ia

meminta kami menyembah Allah Swt. dan tidak mempersekutukan-Nya. Jadi,

yang kami sembah hanya Allah Swt. Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-

Nya dengan apa dan siapa pun. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang

dihalalkan kami lakukan. Karena itulah kami dimusuhi, dipaksa meninggalkan

agama kami. Karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami,

kami pun keluar menuju negeri Paduka ini. Padukalah yang menjadi pilihan

kami. Senang sekali kami berada di dekat Paduka, dengan harapan di sini tidak

ada penganiayaan”.

 

Mendengar pernyataan yang demikian fasih dan santun, akhirnya Raja

Najasyi memberikan perlindungan kepada kaum muslimin hingga kemudian

mereka hidup untuk beberapa lama di negeri yang jauh dari tanah kelahirannya.

 

2. Hijrah ke Madinah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSu3ye-sLPxMZIUhq3dkwR3skY04Wj-mJ4mzA2Nsw9yaJdzSkRbY3rltvj6q3QKBm8QX1sl3Xouj_ReACXL6kNJ4mcc1VGZmEXy5o9T8e09pveFo7wBvwcDRPCnavXIcX2z-5RddmaCLE/s1600/madinah.jpg

 

Peristiwa Ikrar Aqabah II ini diketahui oleh orang-orang Quraisy. Sejak itu

tekanan, intimidasi, dan siksaan terhadap kaum muslimin makin meningkat.

Kenyataaan ini mendorong Nabi segera memerintahkan sahabat-sahabatnya

untuk hijrah ke Ya¡rib. Dalam waktu dua bulan saja, hampir semua kaum

muslimin, sekitar 150 orang telah berangkat ke Ya¡rib. Hanya Abu bakar dan

Ali yang masih menjaga dan membela Nabi di Mekah. Akhirnya, Nabi pun

hijrah setelah mendengar rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.

Nabi Muhammad saw. dengan ditemani oleh Abu Bakar berhijrah ke

Ya¡rib. Sesampai di Quba, 5 km dari Ya¡rib, Nabi beristirahat dan tinggal di

sana selama beberapa hari. Nabi menginap di rumah Umi Kalsum bin Hindun.

Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama

yang dibangun pada masa Islam yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba.

Tak lama kemudian, Ali datang menyusul setelah menyelesaikan amanah yang

diserahkan Nabi kepadanya pada saat berangkat hijrah.

 

Ketika Nabi memasuki Ya¡rib, ia dielu-elukan oleh penduduk kota itu dan

menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, nama

Ya¡rib diganti dengan Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut

dengan Madinatun Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Dikatakan demikian

karena memang dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.

 

Sekian. Semoga bermanfaat.

 

Wassalamu'alaikum wr.wb.

 

SUMBER : BUKU PAKET PAI SMA KELAS X

 

0 komentar:

Berikan tanggapanmu, terimakasih!